PERSAHABATAN DUA PILOT TEMPUR DARI DUA NEGARA YANG BERPERANG
Pulang dari misi pengeboman ke pabrik pesawat FOCKE WULF di BREMEN pada tanggal 20 Desember 1943, sebuah bomber B-17 rusak berat. Sistem oksigen, hidrolik dan listriknya berantakan. Pesawat, yang dikomandani oleh Letnan CHARLES BROWN yang baru berusia 21 tahun, sangat tidak responsif kendalinya. Mesinnya pun tinggal satu yang bekerja.
Pertahanan tinggal dua, satu di kubah puncak dan satu di moncong. Juru tembak ekor sudah tewas. Beberapa awak lainnya luka parah. Brown sendiri terkena pecahan logam di pundaknya.
Namun ia berusaha meladeni penyerangnya. Setiap satu gelombang serangan datang, Brown berbelok tajam ke arah pesawat penyerangnya. Bahkan, pesawat sempat terbalik, tetapi ajaibnya bisa dinormalkan lagi saat tingginya hanya sekitar 350 meter di atas tanah.
Apapun kondisinya, Brown berusaha keras membawa pulang bombernya yang rusak itu. Sewaktu mengarahkan pesawat ke Inggris, ia menengok jendela kanan dan melihat satu buru sergap BF 190 Jerman di samping sayap kanan. Pilotnya melambaikan tangan, terbang di depan dan memberi tanda supaya Brown mendarat di pangkalan Jerman. Brown menolak. Setelah melintasi Laut Utara beberapa kilometer, pilot Jerman itu memberi salut militer, berputar dan menghilang.
Tahun 1986 Brown mulai mencari pilot tersebut. Tahun 1990 Letnan Kolonel (Purnawirawan) Franz Stigler membalas surat Brown yang disebarkan melalui suatu forum komunikasi pilot Jerman. Dengan mencocokkan segala data, Brown yakin bahwa Stiggler-lah pilot yang baik budi itu. Mereka pun bersahabat.
MENGAPA IA TIDAK MENEMBAK???
Pertama : pagi hari itu ia berhasil menjatuhkan dua bomber bermesin empat, dan hanya perlu satu lagi untuk meraih penghargaan MEDALI KSATRIA.
Kedua : ia diancam disidang oleh pengadilan militer dan terancam hukuman mati jika ketahuan tidak menghabisi pesawat lawan.
Stigler mempertimbangkan hal tersebut. Namun, ia memilih tidak menembak jatuh "BOMBER PALING RUSAK BERAT MASIH BISA TERBANG, YANG PERNAH SAYA LIHAT". Ia bisa saksikan awaknya luka parah di dalam pesawat dan berfikir, tidak tega membunuh orang sekarat, sama saja dengan menembaki pilot terjun berparasut.
(Sumber : Darma Aji, Perang Udara di Eropa (Jakarta : Kompas Media Nusantara, 2007), hal. 363-364)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar